Antara Lempuyangan dan Probolinggo

September 29, 2014

Kisah perjalanan Long Trip Lebaran 2014 (24 Juli–5 Agustus 2014): Jakarta-Purwokerto-Wonosobo-Dieng-Jogja-Probolinggo-Bromo-Rakum-Malang-Bandung-Jakarta   
Suasana St. Lempuyangan di pagi hari
 Story sebelumnya disini

Purwokerto ... done !!!
Baturraden ... done !!!
Wonosobo-Dieng ... done !!!
Candi Prambanan ... done !!!

Nak berlanjut ke ranah berikutnya , Probolinggo-Bromo .

Apiknya Malioboro malam ini kembali membuai hati dalam irama senandung kebersamaan bersama kawan-kawan seperjalanan. Lelah hari ini seharian di Prambanan kami rehatkan sejenak di kawasan icon Jogjakarta ini. Bertemu dengan salah satu teman, kemudian melanjutkan nongkrong bareng menikmati Wedang Ronde. Pertemuan singkat tapi bermakna.
Malioboro masih setia menemani setiap pengunjung yang menghampirinya. Baik tua maupun muda, keluarga ataupun kumpulan komunitas tampak asyik bercengkrama memenuhi setiap sudut  dan sepanjang Monumen Serangan umum 1 Maret 1949.

Aku dan teman-teman memutuskan tidak terlalu berlama-lama di kawasan 0 kilometer ini. Kami harus segera kembali ke Wirobrajan. Kepak ransel dan harus menstabilkan stamina untuk perjalanan esok hari. Pagi sekali aku sudah harus berada di stasiun Lempuyangan. Menunggu Sri Tanjung keberangkatan jam 07.30 Lempuyangan-Probolinggo.
----
Malam ini, malam terakhirku (lagi) di Kota Budaya ini. Kilat ..... tapi banyak kisah kembali tertoreh disini. Benar kata Ungu ... “Pulang ke kota mu ada setangkup haru dalam rindu … terhanyut akan nostalgia. “

“tunggu aku, aku pasti pulang (kembali ke Jogja)”  J 

Sesampai di penginapan, segala administrasi aku tuntaskan segera karena esok pagi keberangkatan ke Lempuyangan sangat dini setelah menunaikan sholat shubuh. Taxi 0274-373737 pun sudah berhasil aku booking tepat jam 00.11 setelah sebelumnya hampir menyerah karena dihubungi beberapa kali tiada jawaban. “Mungkin sudah larut malam” pikirku.  Aku hanya punya waktu 3 jam untuk memeramkan mata malam ini. Entah kenapa, dengan berpacu dalam waktu disetiap moment traveling tidak membuat tubuhku “rebah”. Mungkin ….. aku hanya selalu berusaha menikmati setiap detik waktuku saat-saat menjelajah alam dimana pun itu yang penting senyum, ikhlas dan semangat dengan sendirinya perjalanan akan dapat dinikmati sebahagia mungkin walau terkadang tidur kurang, makanpun jarang, selonjoran dimanapun yang penting senang. heee hee
----
Selamat pagi Jogja,, sampai bertemu lagi kita .
Taxi pagi ini on time mengantarkan aku bersama teman-teman pelan melangkah meninggalkan kota penuh kenangan . Jalanan masih tampak sepi, lancar jaya. Roda empat yang kami tumpangi membelah jalanan Jogja pagi ini tanpa kendala berarti.

Stasiun Lempuyangan masih tampak sepi. Rutinitas harian pun belum terlalu menjamah ke lingkungan stasiun. Hanya beberapa kedai makanan kecil yang baru memulai aktivitas mereka. Disini perpisahan ku dengan salah seorang teman. Dia kembali ke Kota Semarang sedangkan aku dan Ana beranjak melangkah ke Probolinggo.

KA Sri Tanjung Lempuyangan-Gubeng-Jember-Banyuwangi PP
Ini adalah kali pertama aku menggunakan ticket kereta dengan automatic system print (hanya dengan memasukkan nomor kode booking). Tahun lalu saat aku traveling ke tanah lain di Pulau Jawa (Karimun Jawa) system print ticket masih secara manual dengan bantuan staff / petugas KAI. Tapi sekarang, semakin canggih dan berkembangnya ide-ide brilliant dari para penggagas dan pengembang transportasi massal ini semakin juga memberikan kemudahan bagi para pelanggan setianya. I love KAI … Perkembangannya sangat berasa bagi diriku. Dari ekonomi without air conditioner sampai sekarang itu ditiadakan dengan kata lain apapun jenis KAI pelayanan tetap dengan pendingin ruangan. …  So cool … Mengingat tahun 2012 ketika aku masih dapat merasakan was-wasnya perjalanan menuju Jogja dengan menggunakan kereta ekonomi tanpa AC dan pengamanan yang kurang. Tidak bisa tidur dan tenang karena harus selalu waspada dengan ransel bawaan walaupun itu hanya berisi pakaian-pakaian traveling. Haa haa mengingatnya membuatku menjadi bangga. Setidaknya aku pernah menjadi saksi perjalanan transportasi ‘borongan’ ini. Tidak hanya itu, harga untuk satu kali perjalanan pun sangat bersahabat dengan kantong. Dan juga external channel yang disediakan sangat membantu dalam proses pemesanan tiket tanpa harus datang langsung ke stasiun. Hemat waktu, efektif dan efisien. Jaya selalu KAI ku . Bantu Indonesia mensejahterakan rakyatnya dan bantu kami para traveler untuk bisa selalu menjajah negri ini menggunakan jasamu .
----
Sampai jumpa lagi kota istimewa ǀǀ Lanjut ke ranah lainnya ǀǀ August 1st 2014, 7.22 am ǀǀ Lempuyangan – Probolinggo ǀǀ Sri tanjung . Bismillah

Stamina sudah diisi kembali dengan sarapan nasi + telur ceplok + sayur di area stasiun. Seat kereta pun masih sepi penumpang dan ini lah saatnya aku kembali merajut mimpi dan melanjutkan tidur yang masih belum tertepati tadi malam. Dan selanjutnya aku menikmati tiap-tiap alur waktu perjalanan kereta dari satu stasiun ke stasiun berikutnya . Jawa Barat – Jawa Tengah dan jawa Timur . Tunggu aku .
----
13.35 … Memasuki Stasiun Wonokromo. Kereta berlanjut ke Stasiun Surabaya Gubeng. Nah disinilah aku dan Ana sempat kompak terbelalak kaget beberapa saat, karena setelah dari Gubeng kereta bukannya malah melanjutkan perjalanan lurus tapi kembali ke belakang (mundur). Sontak kami berdua saling berpandangan dan bertanya-tanya .
“ Lho, kok balik lagi? Kenapa ini? Bisa-bisa kita malam nih sampe Probolinggo kalo ada trouble kaya gini ” Gerutu mulutku tanpa henti.

Tapi ternyata … memang begitulah jalurnya . Setelah Gubeng kereta seolah kembali mundur (ganti rel) karena untuk berikutnya menuju Sidoardjo. Haa haa sungguh lucu dengan ketidaktahuan kami. Tapi benar kata pepatah “ kegagalan adalah kunci keberhasilan “ kami gagal menafsirkan jalur kereta ini tapi kami berhasil dapat mengetahui seluk-beluk rute KAI Jawa Timur . Great knowledge .

Ada satu hal lagi yang menarik perhatianku ketika akan menuju Stasiun Sidoardjo. Lumpur Lapindo. Dipenghujung tahun 2011 actually  I have ever been here,  but bukan dalam rangka traveling melainkan dalam tugas kantor. Tapi 2 tahun berlalu perubahanpun terjadi, kali ini pusat semburan lumpur yang dilewati dijadikan sebagai objek wisata. Ya .. sebuah spanduk putih bertuliskan WELCOME DI PUSAT SEMBURAN LUMPUR LAPINDO  akan didapati disebelah kiri jalur kereta. Spontan aku melirik sesaat dan kembali teringat akan nasib warga di sekitar kawasan semburan. Eits … aku tidak akan menyoroti ‘kasus’ ini lebih dalam. Cukup tahulah kita semua. Tapi yang menjadi perhatian utamaku adalah beberapa rumah penduduk disekitar semburan lumpur banyak yang sudah kosong bahkan lapuk dimakan waktu. Tentu saja rumah-rumah tersebut adalah rumah warga korban semburan lumpur yang ditinggalkan demi keselamatan mereka semua. Perkampunagn yang menjadi sepi tiada berpenghuni.

Poto diambil dari camera handphone
Alhamdulillah ǀǀ4.17 pm Hello Probolinggo ǀǀ Hai yang disana ; Bromo-Rakum-Manda-Coban dan sanak lainnya,, wait me there yak ;) ;)

Begitulah bunyi stastus terbaru update social mediaku Blackberry. Dalam traveling kali ini aku selalu berganti informasi keberadaan. Dulunya aku termasuk orang yang tidak terlalu sesumbar memberitahu perjalanan blusukanku. Aku lebih suka mengindahkan gadget dan fokus pada plesiran. Tapi hal itu berbalik 360° setelah aku menonton film 127 hours . Tontonan petualangan yang dibintangi oleh James Franco ini berhasil membuatku putar arah. Kehilangan jejak di alam tanpa seorangpun yang mengetahui. Tentunya itu sangat-sangat tidak aku inginkan. Menurutku, seorang petualang haruslah selalu ingat akan sanak saudara dan orang-orang yang ditinggalkan. Berjalanlah sejauh mungkin, tapi ingatlah untuk selalu kembali pulang (pulang kepada keluarga) !!!

Setidaknya walaupun hanya melalui personal message (PM) Blackberry messanger, jika terjadi apa-apa diperjalanan semoga semua dapat terantisipasi dan teratasi dengan segera. Walaupun begitu aku selalu berdo’a dan memulai setiap langkah dengan bismillah , baik itu perjalanan solo backpacking maupun bersama teman-teman semoga kemudahan selalu mengiringiku mengembara dunia.

Update status sore itu menarik perhatian salah seorang teman backpacker Probolinggo. Dia bernama Mas Arif. Sebelumnya aku sudah menghubungi dia untuk bertanya berbagai informasi tentang Bromo. Tapi setelah 2 orang teman dari Surabaya bersedia menemani aku dan Ana untuk explore Bromo, sekilas dia terlupakan.

“ Dimana mbak? Jadi naik apa? “  BBM dia sore itu .

Sontak percakapan pun berlanjut. Sembari menunggu 2 orang teman dari Surabaya, Mas Arif dan saudaranya menghampiri kami di warung bakso sebelah kiri Stasiun Probolinggo.

Poto : koleksi pribadi 
Stasiun yang dibangun dipenghujung abad 19 ini menghubungkan antara Stasiun Banyuwangi Baru dengan Surabaya Gubeng. Terletak di Jl. KH. Mas Mansyur No. 26, Mayangan Probolinggo -Jawa Timur stasiun milik PT Kereta Api (Persero) Daop IX Jember ini melayani kereta bisnis-eksekutif maupun ekonomi. Stasiun ini juga merupakan akses satu-satunya dan termudah menuju Gunung Bromo terutama untuk para backpacker dikarenakan akses kendaraan umum ke Cemoro Lawang lebih gampang dari stasiun ini dibandingkan dari stasiun Malang. Jika hendak langsung menuju Cemoro Lawang, dari Stasiun Probolinggo terlebih dahulu ke Terminal Bayuangga, dari terminal ini dilanjut dengan Mobil Isuzu Bison (elf) menuju Cemoro Lawang. Tapi dari beberapa informasi yang saya peroleh, transportasi tersebut cukup lama ngetem bahkan menunggu penuh penumpang terlebih dahulu baru berangkat. Dan juga perlu diingat, ‘calo-calo’ juga terdapat di stasiun ini yang akan menawari transportasi menuju Bromo. Keluar dari stasiun dengan tampang ‘kacau’ dan ransel dipunggung pasti akan dikerumuni oleh para penjual jasa ini. Tapi jika tujuan sudah pasti dan tahu strategi cukup jawab dengan baik dan sopan tanpa mengacuhkan mereka. Ingat … kita adalah seorang pendatang. Pendatang sama dengan tamu, dan seorang tamu wajib hukumnya berlaku sopan ‘dirumah orang’ .

“ Ngih Pak .. makasih .. saya dijemput sama teman “ jawabku setiap kali ditanya atau ditawari.
----
Menjelang gelap Liena dan temannya dari Surabaya belum jua datang. Mereka masih dalam perjalanan dan siang tadi kendala dengan perlengkapan pendakian.

Rencana awal kami adalah bertemu sore hari di Stasiun Probolinggo kemudian melanjutkan perjalanan dengan motor ke Bromo dan nge-camp di Pananjakan II. Tapi magrib sudah menjelang, Liena pun belum ada kabar dia sudah berada dimana. Mulailah aku harap-harap cemas , di satu sisi aku takut dia ada masalah diperjalanan dan disisi lain shuodzon ku berkata “jangan-jangan dia batal ikut” . Duh,,, bagaimana ini? Dua penginapan di Cemoro Lawang yang sudah aku keep nama sudah aku batalkan didetik-detik sholat magrib. Keputusan untuk nge-camp adalah ide bagus karena jika di penginapan paginya harus mesti mencari sewa jeep dan lain-lain karena kami hanya 4 orang (jika Liena dan temannya jadi).

Tapi … syukurlah . Selepas magrib kekhawatiranku cair . Akhirnya kami dipertemukan kembali di Masjid Raudatul Jannah – Alun Alun Probolinggo setelah satu tahun tiada bersua. Ya .. Liena juga merupakan teman traveling yang aku temui tahun lalu ketika berada di Semarang. Mengetahui dia berasal dari Surabaya, dengan celetuk guyonan tapi serius aku berkata

“ Kapan – kapan kalau aku  ke Bromo, temenin ya Lien “

Yeah .. ucapan itu sebahagian dari do’a . Dan do’a itu terwujud satu tahun setelahnya . Itulah kuasa Tuhan. Terkadang sebuah do’a itu butuh sebuah penantian untuk mewujudkannya . I believe it .
----
Ada perubahan strategi !!!

“ Kita naiknya jam 1 aja “ ucap Mas Imron teman Liena.
“ Yakin ? Jam 1 pagi ? “ balik aku bertanya memastikan.
“ Ya, jadi kita ga usah nenda di atas “

Bagi aku pribadi  apapun rencananya, aku pasti akan setuju selagi semuanya aman dan sudah dengan keputusan yang dipertimbangkan. Tetapi,, ketika memutuskan untuk ke Bromo dini hari dengan medan yang belum diketahui. Aku sedikit sangsi. Apalagi Aku sama sekali tidak bisa membawa motor dan hanya bisa menjadi penumpang manis dibelakang kemudi Liena. Sedangkan Ana, dia belum berani mengambil resiko terhadap jalur baru nantinya. Tapi Liena dan Mas Imron memastikan mantap. Everything will be ok.

“ Udah rame juga kok mba jam segitu yang naik “ tambah Mas Arif meyakinkan.
Diskusi alot kami berlangsung malam itu dengan cengkrama ringan di salah satu café di Jl. Dokter Saleh – Probolinggo. Terletak di depan Rumah Sakit Bersalin Amanah, Café Barista menjadi tempat tongkrongan kami malam ini. Kembali berkumpul dengan teman-teman baru, berbagi cerita dan bertegur sapa. Hobby telah mempersatukan kami. Dengan a cup of cappuccino coffee dan angin malam Probolinggo yang menyapa kembali membuatku bersyukur. Sejauh ini semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja. Bahkan malam ini aku sudah sedikit mengenal ‘gelapnya’ kota yang terletak sekitar 100km  tenggara dari Kota Surabaya ini. Mengelilingi kota mencari jasa poto copy dan toko sepatu demi  kelengkapan yang akan kami butuhkan untuk perjalanan berikutnya. Canda ria itu berlangsung santai sebelum kami benar-benar dapat selonjoran di rumah Mas Arif berkat kebaikannya menampung kami berempat untuk sesaat merebahkan diri dan menunggu jarum jam angka 1 .

Hmmm, terkadang disetiap perjalanan selalu ada hal-hal yang tak terduga akan kita temui. Mengenal ranah baru dan pastinya akan bertemu jua dengan orang-orang baru. Setiap langkah kebaikan, pastinya akan dipertemukan dengan hal-hal baik juga. Aku masih pemegang nomor 1 ‘mantra’ itu . Yang membuatku semakin bergairah untuk menjelajahi alam semesta.

Berlanjut disini 

Kawasan Taman Nasional Gunung Bromo

You Might Also Like

0 Comments