Petualangan Menengok Orangutan di Tanjung Puting

Maret 18, 2018

Hello Tanjung Puting
Jum’at, 22 December 2018
         Berbeda cuaca dari Jakarta, pagi menjelang siang waktu Kalimantan Tengah Trigana mendarat dengan selamat setelah sebelumnya beberapa kali menghadapi guncangan di atas sana. Turun dari pesawat meski langit tak terlalu biru tapi gumpalan awan lumayan membuat hati bahagia. Alhamdulillah mendarat juga di pulau impian satu ini. Yeah, Kalimantan adalah pulau satu-satunya yang kali ini sangat aku impikan. Setelah Sumatera, Jawa, Bali, NTB, Sulawesi and yeah tinggal satu pulau besar ini yang belum aku jajaki. Well, sebenarnya masih lumayan banyak destinasi-destinasi yang dapat di jajah di Pulau Kalimantan. Sebut saja Derawan, salah satu destinasi impianku juga. Tapi demi Tanjung Puting, aku rela mengenyampingkan pantai dan laut itu terlebih dahulu. Ternyata aku lebih merindukan hutan, Orangutan, dan Bekantan. Yap, itulah satu-satunya tujuan utamaku ke Tanjung Puting, bertemu dengan Orangutan secara langsung.
        Lalu ada yang berkata, “Ngapain jauh-jauh ke Kalimantan liat Orangutan, di Ragunan aja banyak.” And, for come here is not only bout see Orangutan but also feel the sounds of nature as well. Kalau memang hanya “sekadar” ingin melihat Orangutan, sangat disayangkan untuk datang ke sini.
Well, back to the main story
      Perjalanan kali ini, lagi-lagi aku lakukan secara solo travel. Tapi bukan sepenuhnya berpetualang ke tengah hutan sendirian ya. Jadi begini, destinasi di Indonesia itu banyak ragamnya, ada laut, gunung, daratan, museum, candi, sejarah dan banyak lainnya lagi. Ada yang memang bisa dikunjungi sendiri, secara mandiri dan ada juga yang harus memakai jasa travel agent karena tidak memungkinkan dilakukan secara sendiri, salah satunya Taman Nasional Tanjung Puting.
Kenapa tidak bisa sendiri?
Karena petualangan di sini membutuhkan waktu 3 hari 2 malam di dalam hutan tengah Sungai Sekonyer. No signal, hanya terus berlayar dan berlayar. Kalau sendiri, tentu ribet dan mahal. Belum lagi sewa kapal, akomodasi dan lain sebagainya. So, biar semuanya efektif dan efisien sangat disarankan untuk memakai jasa tour yang sudah berpengalaman dalam mengantarkan para tamunya bertemu langsung Orangutan.
Dermaga keberangkatan, Kumai
      Aku memutuskan untuk ikut salah satu open trip Taman Nasional Tanjung Puting pada tanggal 23-25 December 2017. Karena sudah kebiasaan untuk selalu extend ketika traveling akhirnya aku memutuskan untuk datang lebih awal 1 hari sebelum trip yang sesungguhnya dilakukan. Tadinya sih setelah trip Tj. Puting berakhir aku berencana bakal one day trip explore Pangkalan Bun. Tapi setelah cek bebicek tiket ternyata keberangkatan yang murah itu di hari Jum’at, satu hari sebelum trip dimulai. It’s okay, I take it.
    Jum’at 22 December, setelah mendarat di Pangkalan Bun, aku langsung beranjak menuju penginapan Mess Matahari dan siang menjelang sore menyempatkan diri untuk city tour Pangkalan Bun. And the next day barulah petualangan sesungguhnya dimulai. Welcome to Tanjung Puting.

Sabtu, 23 December 2018
          Sesuai dengan kesepatan EO, jam 10 pagi aku dijemput dari penginapan beranjak menuju Kumai, pelabuhan mejelang keberangkatan menuju Tj. Puting. Awalnya aku pikir akan dijemput dengan beberapa tamu lainnya ternyata hanya daku seorang penumpang dalam mobil yang menjemput. Alamak, berasa jadi tamu special. Menyusuri jalanan Pangkalan Bun yang sepi dan lega, langit biru nan cerah dan obrolan pun meluncur begitu saja antara aku dan pak sopir.
          Mendekati pelabuhan pak Sopir menunjukkan beberapa gedung-gedung tinggi yang berjendela kosong terbuka. Kicauan-kicauan burung terdengar tiada henti dari sana. Ternyata itu adalah rekaman untuk memancing Burung Walet. Gedung tersebut adalah gedung sarang walet. Usaha yang dilakoni hampir kebanyakan masyarakat Kumai. Pak Sopir menjelaskan panjang lebar tentang sarang burung walet tersebut.
Cckckck luar biasa. Ilmu baru.
          Tidak sampai 30 menit mobilpun merapat di sebuah pelabuhan yang tenang. Bang Imam menyambut ranselku dengan ramah dan tentu juga si empunya. Melewati beberapa kapal akhirnya aku sampai pada kapal yang nanti akan menjadi rumahku dalam 3 hari ke depan.
“Hallo mb,”
“Iya Pak, bu, mba, mas.”
Dan obrolan-obrolan berikutnya berlangsung begitu saja ketika satu sama lain penghuni kapal ini sudah saling berkenalan. Orang pertama yang menyambutku adalah Bang Imam, dialah Tour Leader selama pelayaran nanti. And thanks, we got him while do sailing. Keren, pengalamannya luar biasa, lugas dan tahu segala sesuatunya yang berhubungan dengan Tanjung Puting. Kalau diterawang, mungkin isi otaknya semua adalah tentang Orangutan, burung, bekantan, buaya, kantung semar, binatang-binatang Tanjung Puting, semua melekat dalam benaknya. Bahkan bahasa latin masing-masing binatang atau tumbuhan itupun dia hafal. It’s so cool, isn’t it? Aku saja geleng-geleng kepala kalau sudah mendengar dia bercerita. Ya sih, sudah keahliannya, tapi asli dia bagaikan Wikipedia berjalannya Tanjung Putting, bertanya apapun tentang taman nasional ini dan segala penghuninya, dia pasti tahu.
Selanjutnya yang  menyapaku ramah dari atas klotok adalah Om Iwan’s Family. Oya wait, klotok itu adalah sebutan untuk kapal yang nantinya akan membawa berlayar. Klotok is my home for three days to go. Kembali ke Om Iwan. Beliau ramah menyambut ketika aku tergopoh-gopoh naik klotok. Beliau satu group bersamaku. Serunya dia memboyong tiga bidadarinya dalam trip ini, istrinya Tante Natalie, dan 2 princess-nya Ditha dan Ika. Seru kan, satu keluarga ikut open trip bukannya private trip. Keren pokoknya mah. Aku juga lupa sih menanyakan ke Om Iwan kenapa dia tidak ikut private trip saja tapi malah open trip, bergabung dengan orang-orang lain yang tidak/belum pernah bersua sebelumnya. Tapi sih, kalau aku tebak, open trip itu memang seru, kita bisa mengenal orang-orang baru, bertukar pikiran dan berbagi cerita-cerita seru.
Penghuni klotok yang lainnya ada Bunda Nouf, Bang Dede dan putra mereka Azzam. Keluarga bahagia ini adalah brand ambassador-nya salah satu produk adventure Ei***. Kece men, mendengar cerita Bunda Nouf tentang kesempatan yang diberikan Ei*** kepada mereka sempat membuatku iri. Seru coi, jalan-jalan disponsori. Empat orang berikutnya adalah segerombolan teman-teman dan 3 orang lainnya adalah satu keluarga bule. So, dalam satu klotok ini semuanya berjumlah 15 orang. Rame kan. Iya rame banget, apalagi kami semua berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang mengadu nasib di bank, kuliah di luar negeri, guru, movie maker dan banyak lainnya juga termasuk Azzam yang masih berstatus siswa-si bontot dalam keluarga Sultan Ageeyo II (nama klotok). Sumpah, 3 hari berlayar bersama orang-orang super ini menambah wawasanku lebih luas. Ada saja topic yang kami bicarakan, cerita yang kami ulas dan pengalaman yang kami bagikan. 
Sultan Ageeyo Squad
Jam sudah hampir menunjukkan pukul 1 siang. Klotok belum juga berlayar karena masih menunggu beberapa tamu dengan jadwal penerbangan siang hari. Makan siang pun juga belum terhidang sedang perut sudah keroncongan. Beberapa kali aku dan keluarga Om Iwan bergurau soal makanan, lapar ya, lapar.
Beberapa menit setelah kloter terakhir naik klotok, awan hitam segera mengepung langit Pelabuhan Kumai. Brrrrrrrr… hujan deraspun turun membasahi sekeliling. Layar klotok segera ditutup, lampu dinyalakan dan makan siang akhirnya keluar. Yuhuuu, time to get lunch. Soal urusan perut, jangan diragukan selama berlayar di Sungai Sekonyer. Selain berisikan penumpang 15 orang dan para awak klotok ternyata juga ada 2 chef ternama yang ikut didalamnya. Dua orang ibu-ibu ini adalah koki handal yang akan memasak untuk semua tamu selama dalam pelayaran. Cita rasa masakan mereka, jangan ditanya. Mulai dari wisatawan lokal sampai wisatawan mancanegara sudah mengakui kenikmatan luar biasa dari sajian yang mereka masak. Bahan-bahan mentahnya pun sudah tersedia lengkap di klotok. Tiga hari lo berlayar, kan tidak mungkin bakal mampir di pasar. Jadi segala sesuatunya sudah disiapkan di atas klotok termasuk kebutuhan air bersih untuk MCK. Bayangkan 15 orang tamu di atas klotok mungil dengan segala perbekalannya. Seru kan?
Duo chef yang sudah tidak diragukan lagi kelezatan masakannya
Makanan yang tersaji (ikan goreng, sambel, tempe goreng, sayur kangkung dan kawan-kawannya) berhasil di santap sembari kelotok berjalan meninggalkan Kumai. Di bawah rintik gerimis air hujan dan bunyi mesin klotok mengantarkan seluruh penumpang kepada tujuan utamanya, alam kehidupan Orangutan. Suasana sungai masih lebar, kiri-kanan masih tampak beberapa kapal minyak, atau kapal-kapal proyek besar lainnya. Serasa Dejavu, mengingat sungai Musi beberapa bulan sebelumnya juga hampir memberikan pemandangan yang sama. Bedanya kalau Musi sangat sesak dengan kapal-kapal dan proyek-proyek sedangkan Kumai masih sedikit lega. Sepanjang perjalanan akhirnya hujan menyerah dan segera meninggalkan kami. Langitpun kembali cerah, pemandangan hijau mengingatkanku akan Ranu Kumbolo. Benar adanya, hujan yang lebat akan meninggalkan pemandangan yang dahsyat.  
Beberapa menit kemudian sampailah di persimpangan sungai, pecah mengalir Sungai Sekonyer dan tulisan Welcome to Tanjung Puting National Park pun menyambut dengan patung Orangutan terpampang di atasnya. Seluruh penumpang sangat excited tak terkecuali aku. Berlomba-lomba mengabadikan momen memasuki kawasan taman nasional yang diidam-idam ini. Sembari klotok terus berlayar, percakapan antara penumpangpun terus berlanjut. Siapa nama, dari mana adalah pertanyaan basic untuk saling mengenal di antara kami.
Berdasarkan itinerary hari pertama pelayaran ini para tamu akan diajak menyaksikan langsung feeding time-nya Orangutan di camp pertama, Tanjung Harapan. Pelayaran ke lokasi pertama ini memakan waktu sekitar 2 jam. Setelah klotok merapatpun masih membutuhkan waktu trekking sekitar 20 menit menuju masuk hutan. Mencapai lokasi Tanjung Harapan, bang Imam memberi aba-aba, “10 menit lagi Tj. Harapan, persiapan, lotion, jas hujan, minum, cemilan.” Yap, perlengkapan yang tidak boleh diindahkan ketika berkunjung ke sini adalah lotion anti nyamuk karena memang para nyamuk di sini adalah nyamuk kelaparan. Bayangkan mereka bahkan kadang tidak makan darah berhari-hari dan sekalinya banyak mangsa mereka akan menggunakan berbagai cara untuk dapat mengisap darah manusia. Asli. Saya yang mengalami, sudah pakai celana panjang, tapi si nyamuk tetap bisa masuk dari celah bawah celana, sadis bukan. Bahkan salah satu tamu yang lain tak henti-hentinya mengibas dan berjoget-joget untuk mengusir nyamuk. Nyamuk sialan. Bagaimanapun itu usaha mereka menjemput rejeki, menjemput darah-darah manusia yang ke hutan.
Perlengkapan lainnya tak ketinggalan jas hujan. Karena cuaca susah dipredisksi. Kadang panas membara, tapi setelahnya awan hitam membubung datang dan menjatuhkan air hujan tapi sebentar setelahnya langsung cerah benderang lagi. Apalagi December memang identik dengan musim hujan, so, pelindung badan dikala hujan itu sangat diperlukan.
          Ada tiga lokasi inti untuk dapat menyaksikan Orangutan, hari pertama Tanjung Harapan, hari ke dua Pondok Tanggui dan Leakey. Yang terjauh adalah Camp. Leakey. Biasanya untuk menuju Camp Leakey pun banyak one day trip dari Kumai. Tripnya dari Kumai-Camp. Leakey dan Kumai. 1 hari full. Pergi pagi pulang sore. Sedangkan bagi yang ingin merasakan sensasi lebih, seperti saya, bisa memilih trip 3D/2N ini, sungguh, sensasinya luar biasa beda.
Menuju Tj. Harapan
    Dari 3 Camp tadi sebenarnya seluruh tamu melakukan hal yang sama, yaitu menyaksikan Orangutan makan. Bedanya , ya beda Orangutan yang ditemui dan beda trek yang dilalui. Beda juga lama waktu menunggu kedatangan Orangutannya. Karena bisa jadi setelah sampai di lokasi feeding time Orangutannya belum datang jadi harus dipanggil dulu oleh pawangnya. Kalau ingin mencoba boleh saja, peragakanlah suara yang didengungkan sang pawang.
       Aturan ketika menyaksikan Orangutan pun wajib diperhatikan. Jangan berisik. Karena kalau membuat suara gaduh Orangutan akan sangat terganggu dan akhirnya kembali masuk hutan. Sayang kan, sudah jauh-jauh perjalanan hanya bisa menyaksikan sesaat Orangutannya.
         Kalau ingin mendapatkan ilmu lebih tentang Orangutan dan Taman Nasional Tanjung Puting secara keseluruhan inilah saatnya belajar pada alam dan langsung dari ahlinya. Dijamin para pemandu yang sudah dipercaya di sini adalah orang-orang yang berpengalaman. Makhluk-makhluk penghuni lainnya di Tanjung Puting akan membuat terkaget-kaget, berbagai macam jenis burungnya, tumbuhan-tumbuhannya dan makhluk-mkhluk khas lainnya seperti Bekantan dan Buaya yang masih punya habitat di Sungai Sekonyer, sungai yang sedang diarungi.
     Masing-masing camp mempunyai waktu tersendiri untuk feeding time Orangutan. Tanjung Harapan berakhir di jam 5.30 sore. Setelahnya semua pengunjung harus segera balik kanan dan kembali ke klotok. Pun begitu juga dengan rombongan kami.
    Sebagai penutup trip hari ini adalah berburu Bekantan. Kawanan Bekantan yang meramaikan pinggir sungai menjadi tontonan sore ini. Satu lagi, ternyata ada yang membawa lintah naik ke atas klotok sehabis tadi trekking dari Tj. Harapan. Alhasil terjadilah joget-joget bareng di atas klotok memeriksa seluruh badan terutama kaki, kalau-kalau ada sosok lintah lainnya yang melekat entah di badan siapa. 
Senja sudah makin tampak dan saatnya membasuh badan serta menanti makan malam.  
          Menjelang maghrib para kru klotok siap tempur, mengangkat berbagai perlengkapan turun dari kapal dan menyulap dermaga Tanjung Harapan bak restoran pinggir sungai. Dan jamuan makan malam pun terhidang lengkap di atas meja. Lilin dinyalakan, and this’s time to candle light dinner. OMG. I’am so speechless. Makan malam ditengah hutan, diantara bunyian suara alam bersama orang-orang luar biasa dalam obrolan santai dan ringan.
      Sementara itu para awak kapal melakukan tugas mereka yang lainnya, menyulap lantai 2 klotok menjadi ruang-ruang kamar lengkap dengan kelambunya. It’s amazing. Bagaimana bisa klotok yang besarnya tidak seberapa ini mempunyai perlengkapan yang begitu banyaknya? Mulai dari kursi-kursi dan meja makan ini bahkan sekarang kasur-kasur dan kelambu-kelambu putih. Bahan mentah makanan, kompor, penggorengan bahkan tank berisi air bersih. Mereka punya kantong Doraemon kah? Melihat lengkapnya perlengkapan yang tersedia, sudah seharusnya siapapun yang berencana ke Tj. Puting tidak meragukan lagi akan segala sesuatunya.
      Sebagai penutup hari aku sempatkan sebentar bercengkrama dengan para awak klotok. Azzam memabilkan kelihaiannya bermain kartu kepada kru yang lain dan akupun ikut belajar 2 trik kartu dari mereka. Pun setelahnya mendengarkan cerita seru bang Imam sebagai coffe addict, sampai-sampai coffe yang diminumnya harus dia racik sendiri dengan alat yang sudah dia punya. Biji-biji kopi yang dia punyapun berasal dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri. Begitulah kecintaan abang tour leader yang berpacarkan orang Jerman ini terhadap kopi.

Minggu, 24 December 2017
          Malam berlalu begitu cepat di sini. Suara alam malam memang menyenyakkan tidur. Entah itu suara binatang apa yang di luaran sana. Yang jelas setelah menutup hari dengan do’a akupun langsung terlelap dalam dunia mimpi.
          Pagi setelah melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim aku pun beranjak turun ke dermaga Tanjung Harapan niatnya mengabadikan time-lapse dan menghirup udara pagi.
Morning… Tanjung Harapan
Klotok
       Menjelang sarapan, klotok kembali bergerak menuju lokasi camp berikutnya. And we’re back in the breakfast in the middle of jungle.
        Kalau soal makan selama dalam trip, jangan khawatir, semua menu yang terhidang adalah menu yang menyehatkan dengan komposisi kalori, protein dan kebutuhan-kebutuhan tubuh lainnya tercukupi. Ada sayur, lauk-pauk dan tentu juga ada nasi sebagai makanan pokok orang Indonesia. Aku pernah bertanya pada dua orang ibu koki handalan kapal ini, bagaimana kalau tamunya orang luar (bule) makannya tetap makanan khas Indonesia atau menyesuaikan dengan menu mereka? “ya, tetap menu kita. Mereka juga pada suka. Biar menu Indonesia mendunia.” Cakep. Sepakat. Seperti yang sudah saya bilang diawal makanan yang disuguhkan luar biasa nikmatnya.
      Tidak hanya saja makanan utama 3x hari. 3x setelah feeding pun saat kembali ke klotok akan terhidang soft drink seperti Fant*, Spri* and Coca** dan teman-temannya ditambah lagi cemilan-cemilan khas seperti molen, pisang goreng, burjo dan the best buat saya adalah terong goreng tepung yang first time baru saya tahu ada cemilan sejenis ini. Entahlah, 3 hari LOB (Living on Board) seakan-akan berat badan saya bisa nambah beberapa kilo. Ditambah lagi kopi dan teh selalu terhidang di atas meja. Luar biasa bisa ngeteh kapan dan dimanapun dan yang terpenting buatku adalah air hangat yang selalu stand by.
Nasi Kuning di pagi hari
      Jam 9 pagi adalah feeding time di Pondok Tanggui. Di sini kami bertemu dengan 6 ekor Orangutan, 5 betina dan 1 jantan, Doyok namanya. Seolah-olah feeding time kali ini adalah pestanya karena dikelilingi oleh 5 betina.
 Setelah dari Tanggui, perjalanan dilanjutkan ke camp terakhir Leakey. Inilah camp favorite saya meski di camp ini Orangutan tidak menampakkan dirinya langsung pada saat feeding time. Lebih tepatnya saya dan beberapa orang lainnya lebih memilih angkat kaki terlebih dahulu sebelum Orangutan menyantap hidangan makannya. Hujan deras mengguyur ketika sampai di Camp Leakey. Karena tidak ada tempat berteduh selain di bawah pepohonan akhirnya aku dan beberapa orang lainnya memillih untuk kembali ke klotok lebih awal dengan asumsi untuk berteduh. Tapi apa dikata ditengah trekking menuju klotok hujan makin deras dan rain coatpun kandas hanya bisa melindungi daypack yang berisi gadget, camera dan perlengkapan tempur lainnya. But, this’s an unforgettable moment for me. Main-main hujan. Aaaah, lega rasanya dapat guyuran air hujan langsung ditengah hutan. It’s so feel free.
Can you see my happy face?
     Selain berkah hujan di camp leakey ada berkah lainnya yang aku temukan. Kantong Semar dan Sarang Larantuka, I can see them directly by myself. Identik memang yang paling jauh, yang paling susah, yang penuh perjuangan itu memang menyimpan pesona luar biasa.
       Banyak hal yang terdapat di Leakey, satu yang paling menarik hati saya juga adalah ketika mencapai lokasi ini kawasan sungai menjadi sempit, kiri-kanan sungai sekarang langsung pohon-pohon besar yang menjulang. Mencekam. Suasanya mistisnya terasa kental di sini, air sungaipun berubah hitam, tampak jelas diperbatasan. Ditambah lagi ketika menanyakan hal-hal mistis kepada bang Imam, dia menceritakan kismis (kisah-kisah mistis) yang pernah dia ketahui. Apalagi melihat sebuah pos polisi hutan yang kosong mencekam. “Ga ada yang berani lagi mba, dikerjain terus polisinya,” jelas bang Imam dan melanjutkan cerita-cerita horornya. Untung saja malam berakhir tidak ditempat seperti ini, masih di arus sungai yang terbentang luas.
Pos polisi yang horor itu
        Satu hal lagi di Leakey ini adalah Siswi (Orangutan) yang berusaha naik ke atas klotok kami ketika nyender di dermaga menunggu tamu yang lain. Semua penumpang panik tapi buru-buru salah seorang kru klotok mengusirnya pelan. 
          Kejutan manis di malam terakhir ini adalah makan malam diantara Kunang-Kunang. Klotok merapat pada sebuah pohon kerlap-kelip. “See, itu Kunang-Kunang.” Teriak tamu yang lainnya. Segera klotok merapat mencari posisi yang pas. Mematikan lampu kapal dan menyaksikan kerlap-kerlip cahaya Kunang-Kunang. Saking semuanya antusias kapal sempat oleng dan miring karena penumpang kapal tetangga yang masih satu group berhamburan ke kapal kami untuk menyaksikan lebih dekat keindahan binatang cahaya ini. Again and again, iam speechless, Masya Allah, betapa indahnya perjalanan ini.
        Disamping itu ada juga yang tidak kalah bahagianya, yaitu beberapa tamu yang sedang akan menyambut Natal esok hari. Ini bak pohon natal dan ucapan selamat natal untuk mereka. Merry Christmas.

Senin, 25 December 2017
Sampai esok harinya masih terus kejutan-kejutan lain berlanjut.
Alarm subuh ku berbunyi, syetan masih memaksaku untuk tidur pulas padahal waktu subuh sudah datang. Segera kulawan. Setelah melaksanakan 2 rakaat aku mengintip dari balik terpal, O My God, kemilau matahari pagi. Sunriseeee. Hampir semua tamu kelabakan segera bangun dan mengambil perlengkapan camera mereka mengabadikan moment matahari pagi ini. Langsung seketika rusuh, saling membangunkan. “Sunrise…sunrise” nya bagus. Mendengar sunrise semua segera bangun, lalu apa kabarnya ketika disuruh bangun melaksanakan sholat subuh? Guyonan salah seorang tamu, “Disuruh bangun sholat subuh aja entar-entaran, giliran, dibilang sunrise langsung bangun.” Begitulah.
Masya Allah pagi ini
The last day is nothing actually. Hari ini lebih tepatnya adalah hari leyeh-leyeh, santai, bercengkrama.  Tidak ada lagi trekking ke hutan, tidak ada lagi drama main air hujan ala-ala India. Hari ini adalah hari penutup cerita. Kesimpulan dalam kebersamaan kami selama 3 hari. Hari bertukar nomor HP, sosial media dan hari kembalinya ke dunia nyata. Jaringan ponsel dan internet pelan-pelan mulai tampak. Ada yang langsung sibuk dengan gadget masing-masing, ada juga yang tetap sibuk di balik buku bacaan dan ada juga yang tetap sibuk berbagi cerita lebih detail. Dan aku termasuk golongan yang tidak ingin trip ini segera berakhir. Tapi ya mau bagaimana lagi, setiap pertemuan tentu ada perpisahan.
See you again Orangutan

       Sebagai penutup ternyata bang Imam menyiapkan kejutan untuk kami. Hidangan penutup untuk trip ini, jamuan Soto Manggala. Mungkin karena obrolan kami tentang soto khas Kalimantan Tengah ini diantara waktu-waktu cengkrama membuat bang Imam peka dan menyajikan hidangan ini sebagai hidangan penutup. It’s really by the way, ini soto terenak yang pernah saya cicipi. Soto yang identik daging, ternyata sama sekali tak ada komposisi daging di dalamnya. Pokoknya ini adalah Soto terenak sejagat Kalimantan (for me).
Soto Manggala, soto terenak sejagat Kalimantan
    Now, it’s really time to say good bye. Tidak bakal ada teriaan-teriakan minta sambel, tidak bakalan ada lagi teriakan-teriakan minta kerupuk pada saat makan. Tidak bakal lagi ada teriakan-teriakan “ada orang” di kamar mandi. The trip is over.
Thank you for you all.

       Dan teruntuk @BeBorneoTour (Bang Indra) terima kasih untuk pelayanan dan team yang luar biasanya. 3 hari paling berkesan, living on board, no signal, hidup dengan orang-orang baru, menikmati keindahan Sungai Sekonyer dan Taman Nasional Tanjung Putting. Terima kasih untuk tripnya. You guys, I do recommend this tour agency for you if you hv a plan to visit Tanjung Puting National Park.

Mari berpetualang guys
Baca juga :

You Might Also Like

0 Comments